Jumat, 02 Agustus 2013

KEMBALIKAN HAK PEJALAN KAKI !!!

sumber : mangodoy-blogspot




Saya adalah salah satu taruna POLTRAN Tegal. Di kampus saya dilarang membawa kendaraan, otomatis saya lebih cenderung jalan kaki. Apabila saya mendapat ijin untuk keluar seperti ijin pesiar dan ijin bermalam kalau tempatnya dekat saya biasanya jarang sekali naik kendaraan, saya lebih suka jalan kaki, soalnya kalau saya naik kendaraan seperti becak, harga diri saya sebagai Taruna menjadi berkurang, jadi saya lebih memilih jalan kaki daripada naik kendaraan.
Saya selalu berjalan di trotoar apabila trotoarnya ada. Tapi saya juga sering mengeluh apabila berjalan di trotoar. Trotoar yang saya temui kebanyakan digunakan oleh orang yang berjiwa bisnis sebagai tempat berjualan ataupun aktifitas yang bersifat penguasaan demi kepentingan pribadi. Celakanya trotoar yang disalahgunakan tersebut berada di lokasi dimana trotoar sangat diperlukan oleh pejalan kaki. Kebutuhan akan sarana pejalan kaki terabaikan karena kepentingan-kepentingan yang bersifat individualistik.
Dan keadaan yang saya dapat berbanding terbalik, kenyataan ini  jauh sekali seperti apa yang saya pikirkan waktu kecil tentang imajinasi kota. Sejak kecil saya membayangkan apa yang diajarkan waktu SD akan benar-benar bisa saya terapkan di Kota, ya!berjalan kaki di trotoar.
Sedikit tentang Troatoar
Trotoar merupakan sarana lalu lintas untuk mengakomodir pejalan kaki. Menurut Dirjen Bina Marga trotoar memiliki pengertian kurang lebih adalah jalur pejalan kaki yang ditujukan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan. Merujuk dari kedua kata aman dan nyaman tersebut nampaknya sering berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Maklum saja, trotoar kini banyak menjadi tempat untuk berjualan dan lahan parkir. Saya beranggapan bahwa itu semua liar, karena berasumsi dari pengertian menurut pihak berwenang.. 

Seperti yang kita lihat banyak trotoar yang ditempati oleh pedagang kaki lima. Ini merampas hak pejalan kaki yang mestinya berjalan di trotoar dengan nyaman. PKL itu istilahnya orang2 kecil yg mencoba mengadu nasib dan mencari sesuap nasi di jalanan, kadang jua ditindas dimana-mana. PKL tersebut tidak akan kapok sebelum adanya tindakan yang tegas. Beberapa kali SatPol-PP menertibkan PKL di trotoar tapi tidak ada hasilnya. Seharusnya ini menjadi perhatian dari pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa ini.

Perampas pejalan kaki bukan dari kalangan PKL saja tapi juga ada yang lain, yaitu kendaraan yang seenaknya memakai trotoar sebagai arus cepat. Kalau kita lihat pas lagi macet, pasti banyak rider2 motor pada naik trotoar, di arah berlawanan ada pejalan kaki, bukannya minggir malah rider nyuruh pejalan kaki yang minggir. Padahal rider tersebut memakai hak pejalan kaki, ya akhirnya Hak yg seharusnya dipakai oleh pejalan kaki hilang diambil jatah ama rider motor.
Gak hanya itu driver mobil pun gak kalah sok berkuasanya, parkir seenaknya di trotoar,sehingga pejalan kaki yg mau jalan harus menggunakan jalan raya buat jalan, nah sialnya kadang kendaraan di jalan kenceng pula, udah banyak kejadian pejalan kaki kesrempet ama motor ato mobil. Kalau gitu mau jalan dimana?


Langkah Maju                                                                                       
Seperti halnya jalan kaki, fungsi utama dari langkah adalah membawa tubuh kita agar mampu berpindah jarak dari satu tempat ke tempat lain. Untuk berpindah tersebut, manusia pada umumnya  menggunakan jalan untuk melangkah ke depan. Jika depan dimaknai sebagai sebuah langkah dan upaya maju, sudah selayaknya desain trotoar tidak dimaknai dengan langkah mundur. Dengan analogi demikian kiranya desain menjadi sebuah objek yang aplikatif dan benar-benar bermanfaat dan sesuai bukan lagi malconstruction design.
Saat individu memandang trotoar adalah tempat strategis untuk berjualan dan bisnis lainnya, kesalahan ini bukan hanya faktor kesalahan pemahaman individu, melainkan masyarakat pengguna lain, pemangku kekuasaan dan lingkungan juga mempengaruhi terjadinya kesalahan tersebut. Pedagang yang berkumpul di trotoar misalnya, tempat para pedagang ini ramai dikunjungi oleh pengunjung karena dekat dengan keramaian rutinitas masyarakatnya. Ketika mereka menggelar jualan mereka, masyarakat pengguna lain malah cenderung memanfaatkanya sebagai tempat berbelanja dengan alasan lebih murah dari mall atau tempat belanja lain. Selain itu pengatur kebijakan kurang memberikan peraturan yang tegas tentang penggunaan trotoar, sehingga para pengguna bebas melakukan tindakan merubah fungsi trotoar menjadi tempat sesuai kepentingan pribadi.
Hambatan yang terjadi terhadap pemahaman fungsi dan makna desain trotoar ini bisa terjadi dikarenakan kurangnya pendekatan aspek-aspek sosial yang bersentuhan langsung dengan masyarakat pengguna sekitar. Misalnya pembuatan trotoar yang berlokasi di sekitaran pabrik harus juga dipikirkan bagaimana sebuah desain trotoar akan berguna efektif dengan struktur sosial masyarakatnya. Kegunaan ini harus menjawab arus mobilisasi pejalan kaki yang berjumlah ratusan tanpa menyisakan ruang untuk bisa digunakan sebagai tempat beraktifitas selain nilai gunanya. Sehingga desain trotoar harus menyesuaikan lingkungan sosial dimana trotoar itu diwujudkan sehingga memiliki fungsi dan makna sesuai struktur sosialnya.
Menjawab kebutuhan desain semacam ini merupakan sebuah tantangan bagi semua pihak untuk sama-sama memahami secara utuh, bukan kepentingan individu. Sehingga sudah selayaknya penciptaan trotoar mampu mengakomodir fungsi utamanya dengan menciptakan sebuah desain yang mampu mengatasi permasalahan sosial tersebut. Kewajiban penggunaan sesuai dengan fungsinya tentu tidak hanya tanggung jawab satu pihak, akan tetapi terdapat sinergi antar lingkup sosialnya.
Sumber : acepiwansaidi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar